10:04 AM

(0) Comments

POTENSI DIRI : Sikap Penjual

The Team of Spirit

Oleh : Lisa Nuryanti
Pemerhati Etika dan Kepribadian

Anna sedang kembali ke kantor setelah keluar makan siang. Warung tempat dia makan siang tidak jauh sehingga Anna hanya jalan kaki ke sana. Ketika sampai di depan kantornya, seorang bapak yang membawa tas besar menyapanya. Rupanya bapak itu mau menawarkan kain untuk busana kerja. Anna sebenarnya tidak ingin membeli kain, tapi dia ingin melihat-lihat, siapa tahu harganya cukup murah.

Anna berhenti untuk melihat-lihat. Ada satu yang menarik hatinya. Anna bertanya: "Berapa harganya pak?" Bapak itu menjawab: "Oh, ini bahan impor bagus dari Singapura." Anna mengangguk sambil bertanya lagi :" Oya, berapa harganya?" Bapak itu mengambil kain tersebut, membuka lipatannya dan berkata :"Nih lihat, bahannya halus karena ini kain impor."

Anna mulai tidak sabar dan berkata: " Iya. berapa harganya?" "Kalau harga memang agak lain karena bahan impor sih." Anna semakin kehilangan kesabaran karena pertanyaannya belum terjawab. "Berapa?" "Ya, cuma Rp80.000". Merasa minatnya sudah berkurang, Anna cuma berkata:" Ya deh. Bulan depan aja".

Sesampainya di kantor, Anna menumpahkan kekesalannya dengan menceritakan hal ini pada teman-temannya. Anna merasa bapak itu berusaha menghindari jawaban langsung, padahal bagi Anna pertimbangan utamanya adalah dari segi harga, bukan dari segi impor atau tidak.

Sebenarnya dia juga tidak mengharapkan membeli barang impor. Akhirnya minat yang sempat timbul tadi malah hilang.

Setiap hari Sabtu dan Minggu pagi Yosita selalu ke pasar sendiri. Dia melihat-lihat pisang. Dulu dia pernah membeli 2 kilogram pisang ambon tapi ternyata setelah dikupas banyak yang agak kehitaman.

Pak Amat, penjual pisang, mengatakan bahwa pisang ini bagus. Tapi karena takut keliru beli, Yosita berkata bahwa dia tidak mau beli pisang karena takut ada yang kehitaman.

Pak Amat langsung meminta Yosita agar memilih pisang mana saja yang kemungkinan hitam dan Pak Amat bersedia mengupasnya.

Kalau memang hitam, tidak usah dibeli. Bahkan dia rela mengupas pisang lainnya tanpa Yosita harus membeli. Dia hanya ingin menunjukkan dan membuktikan pada Yosita bahwa pisang yang dijualnya bagus. Tentu saja Yosita merasa sungkan. Dia langsung membeli 1 kilogram tanpa minta contoh agar dikupas. Ternyata memang pisang yang dibelinya bagus.

Pak Amat langsung berusaha menangani masalah yang dihadapinya. Dia berusaha menghapus anggapan negatif mengenai barang dagangannya. Dia berani membuktikan bahwa kualitas produknya bagus.

Ambil risiko

Dia juga berani mengambil risiko kalau pisang yang dikupasnya ternyata kurang baik, maka dia harus rela membuangnya. Tapi dengan sikap hati seperti itu, dia malah membuat Yosita jadi percaya dan langsung membeli.

Berbeda dengan bapak penjual kain. Dia sebenarnya takut orang tidak mau membeli darinya kalau orang itu merasa harganya mahal. Karena itu dia takut untuk langsung mengatakan harganya.

Tapi dia malah membuat Anna kehilangan kepercayaan dan batal membeli. Seandainya dia berterus terang mengatakan harganya sambil menunjukkan kualitas yang ternyata terbukti bagus, maka Anna mungkin akan tetap membeli.

Hendi bekerja sebagai penjaga counter kue. Ketika seorang pembeli datang dan ingin membeli roti abon kesukaannya, Hendi mengatakan: "O yang ini roti kemarin Bu. Roti yang baru belum datang. Kalau ibu mau tunggu sepuluh menit lagi, ibu bisa dapat yang baru."

Ternyata ibu itu mau duduk dulu dan menunggu. Kita bisa bayangkan betapa ibu itu merasa berterima kasih atas informasi ini. Lain kali kalau dia datang lagi dan Hendi berkata rotinya baru, maka ibu itu akan percaya perkataan Hendi. Ibu itu tetap menjadi pelanggan.

Hendi berpikir lebih baik mengorbankan satu roti sisa kemarin daripada kehilangan pelanggan. Berbeda dengan Yono temannya. Setiap kali ada pengunjung yang bertanya apakah rotinya baru atau tidak, dia selalu mengatakan baru.

Kini kebanyakan pengunjung memilih bertanya kepada Hendi, karena mereka leih percaya ucapannya.

Hendi menyadari bahwa mempertahankan pelanggan tidak mudah. Tapi dia selalu berusaha untuk membuat pelanggan percaya padanya agar mereka merasa aman untuk kembali.

Ternyata usahanya berhasil. Dia berhasil menaikkan penjualan. Segera atasannya melihat bahwa penjualan menurun kalau Hendi tidak masuk kerja. Dia telah berhasil mendapat tempat di hati pelanggan.

Yus makan di sebuah restoran cepat saji. Setelah memesan dia pun mengambil saus tomat dan sambal. Ternyata tanpa sengaja tangannya menyentuh gelas minum sehingga gelasnya terbalik dan minumannya tumpah.

Yus sadar itu salahnya sendiri, meskipun dia tidak sengaja. Dia hanya lapor ke petugas supaya dibersihkan. Ternyata pihak restoran mengganti minuman yang tumpah itu tanpa meminta biaya lagi.

Yus merasa sungkan karena dia yang salah, tapi dia senang juga. Bukan karena harga minumannya tapi tindakan mengganti minuman tersebut membuat Yus merasa sangat berterima kasih. Sell Something! Be Professional!

Sumber: Bisnis.com
0 Responses to "POTENSI DIRI : Sikap Penjual"